Jumat, 03 Juli 2009

Think Pair and Share

Peningkatan Motivasi, Aktivitas, Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair And Share (TPS)
Pada Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar
(The Improvement of The Students’ Motivation, Activities, and Learning Achievement through The Application of Cooperative Learning Think Pair and Share (TPS) Type
of VIII1 Class Student of SMP Negeri 30 Makassar)

Eka Pratiwi Tenriawaru
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar biologi siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think, Pair and Share. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari 48 siswa. Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas dua siklus dan data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think, pair and share merupakan suatu strategi pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar biologi siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar. Peningkatan tersebut ditunjukkan oleh hasil penelitian dari siklus I ke siklus II, yaitu (1) Rata-rata nilai motivasi siswa meningkat dari 77,21 ke 84,18 atau dari kategori baik menjadi baik sekali. (2) Aktivitas siswa menunjukkan peningkatan dalam bertanya, menjawab, dan menanggapi dalam kegiatan diskusi. (3) Rata-rata nilai hasil belajar siswa meningkat dari 58,33 ke 73,25 atau dari kategori cukup ke kategori baik dan peningkatan persentase siswa yang tuntas dari 33,33% ke 77,08%.
Kata Kunci: motivasi, aktivitas, hasil belajar biologi, model pembelajaran kooperatif tipe think, pair and share (TPS).

Abstract

This research is Classroom Action Research (CAR) that aim is to improve motivation, activities, and learning achievement of the students in learning biology. This subject research is VIII1 class students of SMP Negeri 30 Makassar in the first semester in the academic year 2008/2009 that consist of 48 students. The research carried out with two cycles and the data obtained through qualitative and quantitative analyses. The result indicate that the application of the cooperative learning think, pair and share (TPS) type is an effective learning strategy to improve motivation, activities, and learning achievement of the students in VIII1 class in learning biology. It can be seen the result from the first cycle to the second one, that are: 1) The mean of students’ learning motivation increase from 77,21 to 84,18 or in good category to a very good one. 2) The activities of students seemed increase in asking, answering, and giving responses discussing activities. 3) The mean of learning achievement increase from 58,33 to 73,25 or from enough category to good category and the students’ learning achievement percentage increase from 33,33% to 77,08%.
Key words: motivation, activities, and learning achievement, cooperative learning think pair and share (TPS) type.
A. Pendahuluan
Keberhasilan peningkatan mutu pendidikan, tentunya tidak terlepas dari proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses belajar mengajar, guru memegang peran penting dalam mengarahkan siswa mencapai hasil belajar yang maksimal. Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh guru biologi adalah bagaimana mengajarkan konsep biologi dengan baik, dalam hal ini adalah memilih model pembelajaran yang relevan dengan kompetensi dasar.
Pembelajaran biologi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan berorientasi pada keterampilan proses. Oleh karena itu, peran aktif siswa sangat diharapkan dalam proses pembelajaran. SMPN 30 Makassar adalah sekolah yang telah menerapkan KTSP. Akan tetapi, penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan KTSP belum sepenuhnya terlaksana. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di sekolah tersebut terlihat bahwa kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru sementara siswa hanya berperan sebagai pendengar sehingga interaksi antara guru dan siswa maupun antar siswa berkurang sehingga sebagian besar siswa kesulitan mempelajari materi biologi dan cenderung menganggap mata pelajaran biologi sebagai mata pelajaran hapalan yang membosankan.
Materi sistem pencernaan makanan pada manusia merupakan salah satu materi dalam pelajaran biologi yang cukup kompleks. Materi ini memuat teori dan konsep-konsep dasar tentang struktur dan fungsi organ-organ pencernaan dalam tubuh manusia, serta proses pencernaan yang terjadi dalam tubuh manusia yang menuntut pemahaman, daya khayal, dan interaksi antar siswa yang besar. Kondisi pembelajaran di SMPN 30 Makassar seperti yang digambarkan di atas, menyebabkan sebagian besar siswa kesulitan mempelajari dan menganggap materi tersebut membosankan. Akibatnya motivasi dan aktivitas siswa menurun dan menyebabkan banyak siswa yang tidak tuntas pada materi tersebut. Hal ini sesuai dengan informasi yang diperoleh dari guru biologi di sekolah tersebut, yaitu hanya 64,33% siswa kelas VIII yang tuntas (nilai siswa ³ 62) setelah diadakan ulangan harian pada pokok bahasan sistem pencernaan dan selebihnya harus remedial karena nilai yang diperoleh tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 62. Demikian halnya dengan kelas VIII1 dimana siswa yang tuntas hanya mencapai 60,4%.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan mengembangkan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan serta dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi adalah model pembelajaran kooperatif tipe think, pair and share. Pada model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dan memberi banyak waktu kepada siswa untuk memikirkan materi yang sedang dipelajari dan bertukar pikiran dengan siswa lain sebelum ide mereka dikemukakan di depan kelas. Menurut Lie (2005: 57), model pembelajaran ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain daripada model klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasil diskusi di depan kelas. Interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang diberikan lebih besar karena berpasangan sebanyak dua orang, penguasaan siswa terhadap konsep-konsep yang sulit lebih tinggi dan lebih memotivasi siswa dalam belajar sehingga hasil belajar dapat meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2006: 35) yang menerapkan model pembelajaran tipe TPS dalam pembelajaran kimia pada pokok bahasan hidrokarbon menunjukkan bahwa model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dengan memberi waktu yang banyak bagi siswa untuk berpikir/ thinking, diskusi/ pairing, dan tukar pendapat/ sharing. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hartina (2008: 36) dalam pembelajaran kimia pada pokok bahasan laju reaksi dan menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran TPS lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
Pelajaran biologi dan kimia merupakan bagian dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dimana dalam proses pembelajarannya, pelajaran biologi dan kimia ditekankan berorientasi pada keterampilan proses. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam pembelajaran kimia di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada pembelajaran biologi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan judul ²Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair and Share (TPS) pada Siswa Kelas VIII1 SMPN 30 Makassar ².
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apakah ada peningkatan motivasi belajar biologi siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair and Share (TPS) pada siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar? 2) Apakah ada peningkatan aktivitas belajar biologi siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair and Share (TPS) pada siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar? 3) Apakah ada peningkatan hasil belajar biologi siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair and Share (TPS) pada siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar?
B. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan tahapan-tahapan pelaksanaan meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi secara berulang. Prosedur penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas 2 kali pertemuan (4 jam pelajaran).
Secara operasional tahap-tahap dalam kegiatan penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut. 1) Perencanaan, adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah menelaah kurikulum SMPN 30 Makassar kelas VIII semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009 pada mata pelajaran biologi dengan materi sistem pencernaan pada manusia, berdiskusi dengan guru mata pelajaran biologi kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar dan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang sistem pencernaan pada manusia dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, membuat lembar observasi untuk melihat keaktifan siswa selama tindakan berlangsung, membuat angket motivasi belajar siswa, dan membuat tes hasil belajar siklus I tentang sistem pencernaan pada manusia. 2) Pelaksanaan Tindakan, meliputi memberikan motivasi kepada siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, menjelaskan secara singkat materi sistem pencernaan pada manusia, mengajukan pertanyaan (masalah) seputar sistem pencernaan pada manusia dalam bentuk pemberian LKS dan memberikan waktu kepada setiap siswa untuk memikirkan jawabannya secara mandiri (think), membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari dua orang untuk mendiskusikan jawaban mereka (pair), meminta kepada setiap pasangan berbagi dengan seluruh kelas dengan cara mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergiliran sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan (share), membuat kesimpulan dari hasil diskusi. 3) Observasi, adapun yang kegiatan dilakukan adalah mengamati kegiatan siswa melalui lembar observasi, mengadakan tes hasil belajar, dan mengedarkan angket motivasi belajar. 4) Refleksi, adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji keberhasilan maupun kegagalan pencapaian hasil penelitian siklus I. Hasil refleksi tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya sehingga hasil yang dicapai pada siklus II dapat lebih baik dari siklus I. Hal-hal yang dilakukan pada siklus II adalah mengulangi kembali tahap-tahap pada siklus I dengan mengadakan perbaikan sesuai dengan hasil refleksi siklus I.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Angket motivasi belajar siswa merupakan angket motivasi yang terdiri dari 30 pernyataan yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan indikator motivasi belajar yang meliputi: a) ketekunan dalam belajar, b) ulet dalam menghadapi kesulitan, c) minat dan ketajaman perhatian dalam belajar, d) prestasi dalam belajar, dan e) mandiri dalam belajar biologi.
2. Lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung berupa pedoman observasi yang dikembangkan oleh peneliti, berisi daftar jenis kegiatan yang diamati selama proses pembelajaran dan terdiri atas 10 item, yaitu 1) siswa yang hadir pada saat proses pembelajaran berlangsung, 2) melakukan aktivitas lain pada saat pembelajaran, 3) mencatat penjelasan guru/ kelompok lain pada saat pembelajaran, 4) bertanya tentang materi yang belum dimengerti, 5) kurang aktif dalam kerja kelompok, 6) tidak mengerjakan tugas, 7) memberi tanggapan terhadap jawaban kelompok lain, 8) membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan, 9) dapat menyelesaikan soal dengan benar semua, dan 10) mengerjakan soal tepat waktu.
3. Tes hasil belajar merupakan tes hasil belajar yang terdiri dari 30 soal. Tes hasil belajar ini dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tujuan pembelajaran yang kemudian diuji validitas logis (validitas isi) dan validitas empirik (validitas ”ada sekarang”). Setelah melalui uji validitas, tes hasil belajar tersebut kemudian diuji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus KR-20.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) data tentang aktivitas belajar siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi, 2) data tentang motivasi belajar siswa diambil dengan menggunakan angket motivasi siswa, 3) data mengenai hasil belajar diambil dari tes hasil belajar pada tiap siklus.
Teknik Analisis Data
Data aktivitas belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar yang diperoleh dari pelaksanaan observasi dianalisis secara kualitatif, tetapi sebelumnya dilakukan analisis secara kuantitatif dengan harapan setelah dianalisis secara kualitatif maka hasil aktivitas belajar siswa dapat diungkap. Analisis kuantitatif yang dilakukan berupa perhitungan jumlah siswa dan persentase siswa yang melakukan aktivitas sesuai dengan item aktivitas pada lembar observasi. Sedangkan data motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi nilai tertinggi, nilai terendah, rentang, nilai rata-rata, median, modus, varians, dan standar deviasi. Selanjutnya nilai motivasi dan hasil belajar siswa dikelompokkan menurut tabel pengkategorian berikut.
Tabel 3.1. Pengkategorian Motivasi Belajar Siswa

Skor Kriteria
81-100 Tinggi Sekali
61-80 Tinggi
41-60 Cukup
21-40 Rendah
0-20 Rendah Sekali
(Safari, 2005: 112)
Tabel 3.2. Pengkategorian Hasil Belajar Biologi Siswa

Skor Kriteria
80-100 Baik Sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
0-39 Kurang Sekali/ Gagal
(Sumber: Arikunto, 2005: 245)
Indikator Keberhasilan
Indikator yang menunjukkan keberhasilan penelitian ini adalah “Apabila terjadi peningkatan, motivasi, aktivitas, dan hasil belajar biologi siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada materi sistem pencernaan setelah dilaksanakan proses belajar mengajar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share (TPS) atau lebih dari 65% siswa yang tuntas setelah nilai hasil belajar siswa dikategorikan menurut kriteria ketuntasan minimal yang digunakan di SMPN 30 Makassar”. Adapun kriteria nilai ketuntasan siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2. Kriteria nilai ketuntasan siswa Kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada materi sistem pencernaan manusia


Nilai Kriteria
≥ 65 Tuntas
<65 Tidak Tuntas
(Sumber: SMP Negeri 30 Makassar)
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Motivasi Belajar Siswa selama Proses Pembelajaran
Data motivasi belajar siswa kelas VIII1 pada siklus I dan siklus II yang diambil dengan menggunakan angket motivasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1. Deskriptif Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada Siklus I dan Siklus II melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS

Statistik Siklus I Siklus II
Subjek 48 48
Rata-rata 77,21 84,18
Median 77,33 84,67
Modus 80,00 88,00
Standar Deviasi 6,13 5,12
Varians 37,61 26,21
Rentang 29,33 24,00
Nilai Terendah 62,00 72,00
Nilai tertinggi 91,33 96,00
Jumlah 3706,03 4040,69
Pada tabel statistik deskriptif di atas terlihat bahwa rata-rata motivasi belajar biologi siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu dari 77,21 menjadi 84,18. Median siklus I adalah 77,33 dan 84,67 pada siklus II. Modus untuk siklus I adalah 80 dan pada siklus II adalah 88. Sedangkan varians siklus I adalah 37,61 dan siklus II adalah 26,21. Nilai terendah motivasi belajar pada siklus I adalah 62 dan nilai tertingginya 91,33 dengan rentang 29,33. Sedangkan pada siklus II, nilai motivasi siswa meningkat dengan nilai terendah 72 dan nilai tertinggi 96 dengan rentang 24. Adapun distribusi nilai motivasi belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar setelah dikelompokkan dalam lima kelas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Kategorisasi Nilai Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada Siklus I dan Siklus II melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS

Nilai Kriteria Frekuensi Persentase (%)
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
81-100 Tinggi Sekali 13 38 27,08 79,17
61-80 Tinggi 35 10 72,92 20,83
41-60 Cukup 0 0 0 0
21-40 Rendah 0 0 0 0
0-20 Rendah Sekali 0 0 0 0
Jumlah 48 48 100 100
Pada tabel di atas terlihat bahwa motivasi belajar kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada dasarnya cukup tinggi. Pada siklus I, persentase siswa yang memperoleh kategori tinggi adalah 72,92% dan kategori tinggi sekali adalah 27,08%. Sedangkan pada siklus II, persentase siswa yang yang berada pada kategori tinggi adalah 20,83%; kategori tinggi sekali meningkat menjadi 79,17%.
b. Aktivitas Siswa selama Proses Pembelajaran
Data dari hasil observasi aktivitas siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada siklus I dan siklus II yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada Siklus I dan Siklus II melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS

No. Indikator yang Diamati Siklus I Siklus II
JS (%) JS (%)
P. 1 P. 2 P. 1 P. 2 P. 1 P. 2 P. 1 P. 2
1. Siswa yang hadir pada saat proses pembelajaran berlangsung 46 48 95,83 100 48 48 100 100
2. Siswa yang melakukan aktivitas lain pada saat pembelajaran 5 4 10,42 8,33 0 0 0 0
3. Siswa yang mencatat penjelasan guru/ kelompok lain pada saat pembelajaran 32 32 66,67 66,67 38 38 79,17 79,17
4. Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti 5 8 10,42 16,67 8 14 16,67 29,17
5. Siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok 10 5 20,83 10,42 0 0 0 0
6. Siswa yang tidak mengerjakan tugas 4 0 8,33 0 0 0 0 0
7. Siswa yang memberi tanggapan terhadap jawaban kelompok lain atau menjawab pertanyaan kelompok lain 15 18 31,25 37,50 22 24 45,83 50,00
8. Siswa yang membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan 8 15 16,67 31,25 18 17 37,50 35,42
9. Siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan benar semua 20 20 41,67 41,67 30 36 62,50 75,00
10. Siswa mengerjakan soal tepat waktu 25 27 52,08 56,25 33 35 68,75 72,92
Pada tabel hasil observasi aktivitas siswa di atas terlihat bahwa siswa yang hadir pada siklus I untuk pertemuan pertama adalah 46 siswa dengan persentase 95,83%; pertemuan kedua 48 siswa atau 100%. Sedangkan pada siklus II pada pertemuan pertama dan kedua, jumlah siswa yang hadir adalah 48 siswa atau 100%.
Pada siklus I, siswa yang melakukan aktivitas lain pada saat pembelajaran berlangsung menurun dari 10,42% menjadi 8,33%, sedangkan pada siklus kedua menurun menjadi 0%. Siswa yang mencatat penjelasan guru/ kelompok lain pada saat pembelajaran pada siklus I adalah 66,67%, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 79,17%. Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti adalah pada siklus I meningkat dari 10,42 menjadi 16,67%, sedangkan pada siklus II meningkat dari 16,67% menjadi 29,17%. Persentase siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok menurun, yaitu dari 20,83% menjadi 10,42% pada siklus I dan 0% pada siklus II. Demikian halnya dengan persentase siswa yang tidak mengerjakan tugas, yaitu menurun dari 8,33% menjadi 0% pada siklus I, sedangkan pada siklus II semua siswa telah mengerjakan tugas. Siswa yang menanggapi jawaban kelompok lain atau menjawab pertanyaan kelompok lain pada siklus I meningkat dari 31,25% menjadi 37,50% dan pada siklus II meningkat dari 45,83% menjadi 50,00%. Siswa yang membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan meningkat dari 16,67% menjadi 31,25% pada siklus I, dan kembali meningkat pada pertemuan pertama siklus II menjadi 37,50%, sedangkan pada pertemuan kedua siklus II menurun menjadi 35,42%. Persentase siswa yang dapat menjawab soal LKS dengan benar semua adalah 41,67% pada siklus I dan pada siklus II meningkat dari 62,50% menjadi 75,00%. Persentase siswa yang mengerjakan soal tepat waktu pada siklus I meningkat dari 52,08% menjadi 56,25% dan pada siklus II juga meningkat dari 68,75% menjadi 72,92%.
c. Hasil Belajar Siswa
Data hasil belajar biologi siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada siklus I dan siklus II yang diperoleh dari tes hasil belajar pada setiap akhir siklus dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut ini.
Tabel 4.4. Deskriptif Skor Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII1 SMPN 30 Makassar pada Siklus I dan Siklus II melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS

Statistik Siklus I Siklus II
Subjek 48 48
Rata-rata 58,33 73,25
Median 58,50 73,33
Modus 68,00 84,00
Standar Deviasi 12,69 8,50
Varians 161,25 72,28
Rentang 56,00 32,00
Nilai Terendah 28,00 56,00
Nilai Tertinggi 84,00 88,00
Jumlah 2800,00 3516,00
Pada tabel 4.4 tersebut terlihat bahwa rata-rata nilai hasil belajar biologi siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu dari 58,33 menjadi 73,25. Peningkatan nilai hasil belajar siswa juga terlihat dari nilai tertinggi siswa pada siklus I adalah 84 dan nilai terendah pada siklus I adalah 28 dengan rentang 56. Sedangkan pada siklus II, nilai tertinggi yang diperoleh oleh siswa adalah 88 dan nilai terendah siswa adalah 56 dengan rentang 32. Median yang diperoleh siswa pada siklus I adalah 58,50 dan pada siklus II adalah 73,33. Modus pada siklus I adalah 68 sedangkan pada siklus II adalah 84. Adapun distribusi nilai hasil belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar setelah dikelompokkan dalam lima kelas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi dan Kategorisasi Nilai Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar pada Siklus I dan Siklus II melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS

Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
80-100 Baik Sekali 3 17 6,25 35,42
66-79 Baik 13 20 27,08 41,67
56-65 Cukup 13 11 27,08 22,92
40-55 Kurang 17 0 35,42 0
0-39 Kurang Sekali 2 0 4,17 0
Jumlah 48 48 100 100
Pada tabel di atas terlihat bahwa pada siklus I, persentase siswa yang memperoleh nilai kurang sekali adalah 4,17%, kurang 35,42%, cukup 27,08%, baik 27,08%, dan baik sekali 6,25%. Sedangkan pada siklus II sudah tidak ditemukan adanya siswa yang memiliki nilai kurang dan kurang sekali. Persentase jumlah siswa yang memperoleh nilai cukup adalah 22,92%, baik 41,67%, dan baik sekali 35,42%. Apabila distribusi nilai hasil belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar dikelompokkan dalam kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang digunakan di SMP Negeri 30 Makassar dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi dan Kategorisasi Ketuntasan Belajar Siswa Kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar pada Siklus I dan Siklus II melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS


Nilai Kriteria Frekuensi Persentase (%)
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
≥ 65 Tuntas 16 37 33,33 77,08
<65 Tidak Tuntas 32 11 66,67 22,92
Jumlah 48 48 100 100
Pada tabel distribusi frekuensi dan kategorisasi ketuntasan belajar siswa di atas terlihat bahwa pada siklus I siswa yang tuntas adalah 33,33% dan pada siklus II 77,08%.
d. Refleksi
Pada siklus I diperoleh beberapa hal yang menjadi bahan refleksi untuk dapat melanjutkan penelitian ke siklus II, yaitu 1) proses pembentukan kelompok yang membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga waktu siswa untuk berdiskusi bersama anggota kelompoknya berkurang, b) masih kurangnya siswa yang bertanya atau memberikan tanggapan. Selain itu, beberapa siswa tidak berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, 3) kurangnya kerjasama dengan sesama anggota kelompok, 4) suasana diskusi didominasi oleh siswa yang pandai, 5) masih ada beberapa siswa yang mengerjakan aktivitas lain selama pembelajaran.
Menyikapi berbagai masalah yang terjadi selama siklus I, maka perbaikan yang dilaksanakan pada siklus II lebih ditekankan pada pengelolaan kelas agar proses diskusi berjalan lancar dan siswa yang aktif selama proses pembelajaran lebih meningkat. Adapun tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah 1) menjelaskan kembali tentang langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share dan lebih membimbing/ mengarahkan siswa pada saat pembentukan kelompok, 2) mendorong siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan diskusi dan menekankan pentingnya kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok dengan menghargai setiap perbedaan pada diri anggota kelompoknya dan tanggung jawab setiap anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama, 3) meningkatkan keberanian siswa untuk bertanya, menjawab atau menanggapi hasil diskusi kelompok lain dengan cara menyampaikan kepada siswa bahwa siswa bebas menyampaikan pendapatnya yang berhubungan dengan masalah yang sedang didiskusikan, di depan teman-temannya tanpa perlu merasa takut ataupun malu. Selain itu, juga disampaikan bahwa hal yang terpenting dalam kegiatan diskusi ini adalah siswa berani menyampaikan pendapatnya di depan umum serta menghargai pendapat orang lain dan tujuan dari diskusi adalah mencari pemecahan terhadap masalah yang sedang didiskusikan secara bersama-sama, 4) memberikan peluang yang sama pada setiap siswa untuk mengeluarkan pendapat dengan cara menarik undian untuk menentukan kelompok/ pasangan yang bertugas melaporkan hasil diskusinya. Sementara itu, kelompok lain atau pasangan lain boleh bertanya atau menanggapi jawaban hasil diskusi kelompok lain, 5) menyampaikan nilai tes hasil belajar siklus I pada kegiatan awal pertemuan pertama siklus II dengan harapan, hasil tersebut menjadi motivasi bagi siswa untuk lebih giat belajar dan lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, dan 6) mengubah susunan anggota kelompok.
Pada siklus II, guru masih menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS selama proses pembelajaran dengan mengacu pada hasil refleksi pada siklus I. Pada siklus II ini terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari siklus I, yaitu meningkatnya kerjasama anggota kelompok, meningkatnya aktivitas bertanya, memberi tanggapan terhadap jawaban kelompok lain/ menjawab pertanyaan kelompok lain, dan berkurangnya aktivitas siswa yang tidak berhubungan dengan pelajaran biologi. Selain itu, pada motivasi dan hasil belajar siswa juga menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Menyikapi hasil refleksi siklus II dan setelah mengamati berbagai kekurangan dan kemajuan siswa selama siklus II terlihat bahwa sebahagian besar hambatan yang ditemukan pada siklus II dapat teratasi, meskipun masih terjadi pada siklus II. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe think, pair and share memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar biologi siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar. Selain itu, data hasil penelitian pada siklus II menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini telah tercapai, yaitu 1) terjadi peningkatan rata-rata nilai motivasi belajar siswa dari 77,21 pada siklus I menjadi 84,18 pada siklus II atau rata-rata motivasi belajar siswa meningkat dari kategori tinggi menjadi tinggi sekali, 2) terjadi peningkatan aktivitas belajar biologi siswa dari siklus I ke siklus II yang ditandai dengan meningkatnya persentase siswa yang bertanya, menjawab, ataupun menanggapi jawaban kelompok lain selama pelaksanaan tindakan dan berkurangnya aktivitas siswa yang tidak berhubungan dengan pembelajaran biologi, dan 3) terjadi peningkatan hasil belajar biologi siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar dari siklus I ke siklus II dan persentase siswa yang tuntas pada tes hasil belajar siklus II telah melebihi 65% atau siswa yang tuntas pada siklus II sebanyak 77,08%. Dengan tercapainya indikator keberhasilan penelitian, maka penelitian tindakan kelas ini dapat diakhiri dengan 2 siklus (penelitian tidak dilanjutkan ke siklus III).
Pembahasan
Hasil penelitian motivasi belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Peningkatan motivasi belajar siswa tersebut ditandai dengan meningkatnya rata-rata nilai motivasi siswa dari siklus I ke siklus II sebagaimana yang ditunjukkan oleh tabel 4.1, yaitu rata-rata nilai motivasi siswa pada siklus I adalah 77,21 pada siklus II meningkat menjadi 84,18 atau dari kategori baik menjadi baik sekali. Menurut Riduwan dan Sunarto (2007: 52), nilai rerata dari kelompok data, diperkirakan dapat mewakili seluruh nilai data yang ada dalam kelompok tersebut. Peningkatan motivasi belajar siswa juga dapat dilihat pada tabel 4.2 yang menggambarkan bahwa persentase skor motivasi siswa yang berada pada kategori sangat tinggi meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu dari 27,08% menjadi 79,17% dan pada kategori baik menurun dari 60,42% menjadi 14,58% serta tidak ditemukannya siswa yang memiliki nilai motivasi kategori cukup pada siklus II. Adanya peningkatan motivasi belajar siswa kelas VIII1 SMP Negeri 30 Makassar disebabkan karena pada siklus II, peran aktif siswa lebih ditingkatkan dengan cara mendorong siswa untuk aktif bertanya serta memberi kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan diskusi. Selain itu, pengajar terlebih dahulu menginformasikan kepada siswa tentang hasil ujian mereka kemudian memperjelas tujuan dan manfaat pengetahuan diperoleh siswa selama pembelajaran serta menghubungkan topik yang akan diajarkan dengan topik yang telah dibahas sebelumnya. Menurut Uno (2007: 34), ada beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran, diantaranya adalah (1) menimbulkan rasa ingin tahu, (2) menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar, (3) menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, (4) memperjelas tujuan belajar yang ingin dicapai, (5) memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai, (6) membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa, dan (7) memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum. Sedangkan menurut Frandsen (dalam Sardiman, 2007), dorongan belajar bagi siswa yang dapat dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan motivasi untuk memperbaiki kegagalan dan menginformasikan kepada siswa mengapa materi tersebut perlu dipelajari. Siswa yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik.
Pada tabel 3.4 terlihat bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat mengaktifkan siswa untuk belajar. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya jumlah siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok, siswa yang melakukan aktivitas lain di luar pembelajaran, dan siswa yang tidak mengerjakan tugas dari siklus I ke siklus II. Adanya beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas tersebut disebabkan karena siswa tersebut masih suka menunda-nunda untuk mengumpulkan tugasnya. Sedangkan adanya siswa yang kurang aktif dalam kegiatan diskusi pada siklus I disebabkan karena siswa pada umumnya masih terpengaruh oleh model pembelajaran yang menerapkan sistem kompetisi, yaitu sistem pembelajaran yang menanamkan sikap bersaing antar siswa untuk memperoleh nilai yang lebih baik dari temannya sehingga siswa cenderung menganggap siswa lain sebagai musuh. Hal ini terlihat dari sikap beberapa siswa yang cenderung mengerjakan tugas tanpa berdiskusi. Sedangkan pada siklus II, siswa sudah memahami model pembelajaran yang diterapkan dan dalam diri anggota kelompok telah tertanam rasa saling menghargai satu sama lain serta berkeyakinan bahwa mereka adalah satu tim yang harus saling bekerja sama untuk meraih hasil yang lebih baik secara bersama-sama. Menurut Sanjaya (2007: 246), siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. Selain itu, sistem pengelompokan pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah kelompok kecil dimana setiap kelompok hanya beranggotakan 2 orang. Dengan demikian, interaksi antar siswa seputar tugas yang diberikan menjadi lebih besar sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan diskusi kelompoknya.
Kerjasama antar siswa juga terlihat pada aktivitas membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan. Siswa yang membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu dari 8 siswa atau 16,67% pada pertemuan pertama dan 15 siswa atau 31,25% pada pertemuan kedua siklus I menjadi 18 siswa atau 37,50% pada pertemuan pertama siklus II, sedangkan pada pertemuan kedua siklus II menurun menjadi 17 siswa atau 35,42%. Menurut Yusuf (2007: 8), dalam pembelajaran kelompok setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran. Oleh karena itu, siswa harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk menyelesaikan tugas kelompok. Penurunan persentase siswa yang membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan menunjukkan bahwa secara perlahan, siswa akhirnya mampu mengerjakan LKS tanpa bantuan dari temannya. Slavin (dalam Yusuf, 2007: 6) mengemukakan bahwa pengajaran dapat dilakukan dengan memberikan siswa sejumlah bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan selanjutnya memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Aktivitas ini memberikan kontribusi positif terhadap siswa sehingga jumlah siswa yang dapat mengerjakan soal tepat waktu dan siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan benar semua dapat meningkat. Jumlah siswa yang dapat mengerjakan soal tepat waktu juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, yaitu 52,08% pada pertemuan pertama dan 56,25% pada pertemuan kedua siklus I menjadi 68,75% pada pertemuan pertama dan 72,92% pada pertemuan kedua siklus II. Sedangkan siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan benar semua meningkat dari 41,67% pada siklus I menjadi 62,50% pada pertemuan pertama siklus II dan menjadi 75% pada pertemuan kedua siklus II. Siswa yang bertanya tentang materi belum dimengerti meningkat dari 10,42% menjadi 16,67% pada siklus I dan dari 16,67% ke 29,17% pada siklus II. Sedangkan jumlah siswa yang memberi tanggapan ataupun menjawab pertanyaan kelompok lain meningkat, yaitu dari 31,25% pada pertemuan pertama siklus I menjadi 37,50% pada pertemuan kedua siklus II dan 45,83% pada pertemuan pertama siklus II menjadi 50% pada pertemuan kedua siklus II. Untuk meningkatkan aktivitas bertanya siswa serta menghindari adanya dominasi siswa yang pintar dalam kegiatan diskusi dilakukan dengan mendorong keberanian siswa untuk mengeluarkan pendapatnya dan memberikan kesempatan yang sama pada setiap siswa untuk mengeluarkan pendapatnya pada saat nomor undiannya ditarik. Selain itu, pada kegiatan pendahuluan pada setiap pertemuan diawali dengan mengaitkan topik pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa untuk menarik minat dan perhatian siswa sehingga siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar. Peningkatan perhatian dan minat siswa juga terlihat oleh aktivitas mencatat penjelasan guru/ kelompok lain yang meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu dari 66,67% menjadi 79,17%.
Terjadinya peningkatan persentase aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II menunjukkan bahwa sebahagian besar siswa memiliki perhatian yang besar dalam belajar biologi, khususnya dalam pembelajaran biologi yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Peningkatan jumlah siswa yang bertanya dan memberi tanggapan serta menjawab pertanyaan kelompok lain menunjukkan keinginan siswa untuk lebih memahami materi pelajaran dan memecahkan permasalahan yang mereka hadapi serta menunjukkan keberanian mereka untuk bertanya yang patut untuk dihargai. Peningkatan aktivitas bertanya, menjawab, dan menanggapi pertanyaan kelompok lain serta penurunan aktivitas negatif, seperti melakukan aktivitas lain pada saat pembelajaran, siswa yang tidak aktif dalam kerja kelompok, dan siswa yang tidak mengerjakan tugas menunjukkan antusias siswa dalam proses pembelajaran biologi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Menurut Nurhadi (dalam Hartina, 2008: 11), model pembelajaran ini memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu, kerjasama antar siswa pada saat diskusi, sudah terjalin dengan erat. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai memahami kemampuan teman kelompoknya masing-masing sehingga siswa dapat saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok.
Peningkatan motivasi dan aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus II memberikan kontribusi positif pada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Peningkatan hasil belajar biologi tersebut terlihat pada nilai rata-rata siswa pada siklus I dan siklus II, yaitu dari 58,33 menjadi 73,25. Apabila nilai rata-rata antara siklus I dan siklus II dikategorikan ke dalam lima kelas, maka terlihat bahwa terjadi peningkatan kategori nilai rata-rata siswa dari siklus I ke siklus II, yaitu dari kategori cukup menjadi baik.
Peningkatan hasil belajar siswa juga dapat ditunjukkan oleh tabel 4.5 yang menggambarkan distribusi nilai siswa setelah dikategori dalam lima kelas, yaitu baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali dimana sudah tidak ditemukan lagi adanya siswa yang memiliki nilai pada kategori kurang dan kurang sekali pada siklus II. Selain itu, persentase ketuntasan siswa pada siklus II juga ikut meningkat, yaitu dari 16 siswa atau 33,33% yang tuntas pada siklus I menjadi 37 siswa atau 77,08% pada siklus II berdasarkan KKM yang digunakan di SMP Negeri 30 Makassar. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada siklus I disebabkan karena pada siklus I ini, siswa masih belum dapat beradaptasi dengan suasana kelas dan model pembelajaran yang digunakan. Siswa pada umumnya masih terpengaruh dengan model pembelajaran yang lebih berpusat kepada guru dan keaktifan siswa lebih didominasi oleh siswa yang pintar saja. Selain itu, siswa juga selalu mengharapkan remedial untuk perbaikan nilai sehingga siswa tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal pada saat pelaksanaan tes hasil belajar. Sedangkan pada siklus II, siswa sudah mampu beradaptasi dengan model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS memberi banyak waktu kepada siswa untuk berpikir dan berinteraksi dengan pasangannya serta pemahaman siswa terhadap materi lebih meningkat sehingga hasil belajar siswa pun ikut meningkat.
Berdasarkan data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran biologi di sekolah dapat memberikan kontribusi positif terhadap motivasi, aktivitas, dan hasil belajar biologi siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar. Hal ini didukung dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lie (2005: 57), model pembelajaran ini memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berinteraksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang diberikan lebih besar karena berpasangan sebanyak dua orang, penguasaan siswa terhadap konsep-konsep yang sulit lebih tinggi dan lebih memotivasi siswa dalam belajar sehingga hasil belajar dapat meningkat.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pelajaran biologi tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial siswa selama proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Ibrahim (2000) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial. Sedangkan menurut Slavin (dalam Yusuf 2007: 11), model pembelajaran ini digunakan untuk menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk bekerja sama dengan anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.
Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan cerminan dari keberhasilan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, keaktifan siswa selama proses pembelajaran sangat diperlukan. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan dan menumbuhkan keberanian siswa untuk mengeluarkan pendapat sehingga siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dan lebih memotivasi siswa untuk belajar. Semakin besar motivasi dan keinginan siswa untuk berhasil dalam belajar maka semakin besar pula usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa menjadi lebih memahami materi pelajaran dan berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.
Peneliti menyadari bahwa untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar biologi siswa bukanlah hal mudah dan membutuhkan kerja keras guru dalam pengelolaan kelas, apalagi dengan kemampuan siswa yang masih terbatas, baik dalam hal pengetahuan biologi maupun dalam hal perkembangan cara berpikir siswa. Namun, membelajarkan siswa untuk berani mengungkapkan ide, pemikiran, dan kreatifitasnya, serta menumbuhkan motivasi belajar belajar biologi siswa adalah yang paling penting.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, and share dapat meningkatkan motivasi belajar biologi siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar, yaitu dari rata-rata motivasi pada siklus I adalah 77,21 pada kategori baik menjadi 84,18 pada kategori sangat baik pada siklus II, 2) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, and share dapat meningkatkan aktivitas belajar biologi siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar yang ditandai dengan berkurangnya aktivitas siswa yang tidak berhubungan dengan pembelajaran biologi dan meningkatnya keaktifan siswa dalam bertanya, menjawab dan menanggapi hasil diskusi kelompok lain, 3) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, and share dapat meningkatkan hasil belajar belajar biologi siswa kelas VIII1 SMPN 30 Makassar, yaitu dari rata-rata nilai tes hasil belajar siswa pada siklus I 58,33 pada kategori cukup di siklus I menjadi 73,25 pada kategori baik pada siklus II.
E. Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: 1) sebaiknya guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, and share dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah agar siswa dapat lebih mudah mengerti serta untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar siswa, 2) bagi guru dan peneliti selanjutnya yang menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat lebih mengembangkan model pembelajaran ini dengan menggunakan berbagai metode dan media yang relevan serta lebih mengorientasikan siswa pada masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.
F. Ucapan Terima Kasih
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bantuan, motivasi, dan doa. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Nurhayati B, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Andi Faridah Arsal, S.Si, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan kesempatan yang sangat berharga kepada penulis. Kepada Bapak Munir, S.Ag, M.Ag selaku Kepala SMP Negeri 30 Makassar dan Ibu Sehalyana, S.Pd selaku guru biologi kelas VIII SMP Negeri 30 Makassar atas bimbingan dan sarannya pada saat penelitian. Teristimewa penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Drs. A. Haris Massiara, M. Pd dan ibunda Hj. Nurhayati MS. yang telah membesarkan, mendidik, dan mengorbankan segalanya demi kepentingan penulis dalam menuntut ilmu, serta memberikan dukungan, nasehat, dan doa restu sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penulis menyadari bahwa apa yang penulis sajikan dalam artikel ini sesungguhnya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun sehingga penulis dapat berkarya lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang membutuhkannya. Amin Yaa Rabbal Alamin.
G. Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hartina. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Makassar (Studi pada Materi Pokok Laju Reaksi). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNM.

Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.

Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning:“Mempraktekkan Cooperative Learning di dalam Ruang-Ruang Kelas”. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Marlina. 2006. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Tipe Think Pair Share (TPS) pada Kelas X SMA Negeri 11 Makassar. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNM.

Riduwan dan Sunarto. 2007. Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Safari. 2005. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: APSI Pusat.

Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sardiman, A. M. 2007. Ínteraksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya “Analisis di Bidang Pendidikan”. Jakarta: Bumi Aksara.

Yusuf. 2007. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Online). http//:www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf.

Tidak ada komentar: